Showing posts with label Business. Show all posts
Showing posts with label Business. Show all posts

Sunday, December 5, 2010

How to Increase Traffic on Blog

Maybe some people will wonder, why the rating of our blog traffic decline continues. There are many things that affect it. Broadly speaking, the blog is luxurious, festive, perhaps crowded with unique widgets are somewhat complicated to install.

But there was also something very important, even vital. That is, there is a more important role in influencing the statistical fluctuation of our blog traffic. True, post articles answer. Because the article is the spirit of a blog to keep it into something that continues to look for in a search in google search engine.

There are several requirements that must be met for a blog visited by many people, both in terms of appearance or also in terms of the articles which we will post to the blog. Here are some things that can affect traffic requests;



1. Design blog as interesting as possible, choose a template that we think are doing interesting and settlement layout as neat as possible. Avoid layout that messy and less unsightly. Because there are also some tasteful open end of the blog because it looks looks beautiful.


2. The contents of the blog should focus on one topic or theme, good looks, his articles, and other accessories should also be appointed in accordance with the theme of your blog, do not there is such a leap - a leap of topics that less connect on what your blog is actually meant.


3. Create your blog seinformatif perhaps, as attractive as possible, and as specific as possible in the discussion that you raise, because the actual level of specific articles that most affect the level of traffic itself. Because, will appear in every word that was "search" in the search on google.


4. It is rather difficult as possible, ie topic discussion periodically update your post. But this will make your blog appear in the main in the search on the internet. And this will make our blogs more popular.


5. We do not need to make a post with super long sentences and super complicated. Also no need to with words - words that are too high scientific quality. Because it is enough to make the reader dizzy and lazy to find meaning in the dictionary. Enough with the language that is easy, normal and communicative. In order to direct the reader to know what we're talking about.


6. The title is interesting also not be forgotten. But also do not create a title that is too excessive, so out of the content available from your post.


7. In an article, so consider the quality and quantity of the article itself. The quality of the writing of words and to note, also the quantity of the contents of discussion are updated and easy to understand.


8. Create a schedule of regular management of your blog. Most people will be willing to routine air hours managing his blog if in a state that is interesting, but later when the mood is lost, will leave the blog dormant and even worse if the visitors would be left vague. It required a pretty healthy schedule, to avoid boredom us.


9. Oh yes, try to frequent another blog comment, this is the easiest way for our blog is known by other visitors. Because almost 100 percent each will give a comment, you are required to write your name and your web page. This method is also quite effective in increasing the page rank, because if we dofollow blog comment, so automatically we will get a backlink.


10. Do submit new articles to social sites, this method is effective enough to bring thousands of visitors. Do submit articles to social sites like lintasberita.com boomark, sinergibisnis.com, infogaul.com, digg.com, twitter.com, facebook.com etc.. Here's how automatic in socialmarker.com;


1. Log into the site socialmarker.com


2. In the column "title", content with the title page, an example; How to increase traffic blog visitors the most steady.


3. In the column "link (URL)", fill in your URL, eg = (http://www.otakotakcampur.com)


4. In the text field contents with the description. Briefly, as in lintasberita


5. In the column tags, content with the tag or keyword.


6. Later there is an inscription "select the social bookmarking sites You Want to submit to", select the social bookmarking site who want to go. Click "all" if you want to submit to all social bookmarking site, click the "dofollow" to submit to a dofollow social bookmarking site.


7. Click 'submit', finished the submission process.


That was some way that to some extent affect the traffic of visitors on the blog. Maybe it could be tried, and immediately see the changes. Good luck ...

Monday, November 15, 2010

Dari Raja Parkir Menjelma Jadi 'Raja Luwak'

Lampung - Pesona Kopi Luwak kian menjadi buah bibir sebagai jajaran kopi yang memiliki cita rasa khas. Bahkan Kopi Luwak juga sempat mendapat julukan sebagai kopi termahal dunia.

Kemasyuran Kopi Luwak rupanya ditangkap juga oleh Gunawan penduduk Way Mengaku, Liwa Lampung Barat. Gunawan yang dahulunya adalah seorang koordinator parkir di Lampung Barat dengan penghasilan pas-pasan, kini setelah 3 tahun menggeluti bisnis produksi dan penjualan Kopi Luwak kehidupan ekonominya membaik.

"Saya sebelumnya sudah 17 tahun menjadi koordinator parkir, itu hanya bisa buat makan saja. Saya akhirnya tereliminasi," tutur Gunawan kepada detikFinance saat ditemui di kediamannya, Way Mengaku, Liwa, Lampung Barat, Rabu (6/10/2010).

Gunawan mengaku sempat menguasai lokasi perparkiran di 7 pasar di Lampung Barat, dengan anak buah sampai 25 orang. Namun seiring berjalannya waktu, profesi itu kian tergusur saat pengelolaan perpakiran di ambil alih oleh pemda.

Nasib pun akhirnya membawa Gunawan untuk mengakrabi bisnis kopi luwak. Ia menuturkan kisah awal dirinya terjun di bisnis Kopi Luwak berawal saat ia berjalan-jalan di pasar dan kepincut dua binatang musang atau luwak. Sebagai penggemar binatang ia lantas membeli dua musang tersebut dengan masing-masing harga Rp 50.000 per ekor.


"Saya kasih nama Luwak itu Inul dan Adam (penyanyi dangdut)," kenangnya sambil tertawa.

Ia menjelaskan, perkenalannya dengan bisnis Kopi Luwak berawal dari kenalan seorang warga keturunan asal Medan yang meminta bekerjasama. Tugas Gunawan ktika itu hanya memberikan umpan kopi kepada dua binatang luwaknya. Si rekannya ini dalam periode tertentu mengambil dan membeli hasil kotoran luwak tersebut.

"Musang saya ditawar Rp 1 juta sama dia," katanya.

Selang waktu 3 bulan berjalan ia mulai curiga terhadap gerak-gerik dari rekannya yang tidak terbuka. Sebelumnya, ia hanya mengetahui alasan rekannya membeli kotoran Kopi Luwak hanya untuk obat. Sementara kondisi dua luwaknya memprihatinkan karena terlalu banyak diberi makan kopi.

"Saya penasaran, karena nggak ngerti internet saya minta tolong dicarikan di internet oleh teman soal kotoran luwak oleh teman. Saya terkejut ternyata di China ada informasi harga kopi dari Luwak dihargai persetengah kilo sampai Rp 2,5 juta," katanya.

Mulai semenjak itu lah ia berpikir untuk mengembangkan Kopi Luwak dengan mengumpulkan sebanyak-banyaknya luwak hingga 67 ekor. Sayangnya, hal itu tak semudah yang ia bayangkan karena banyak Luwak yang sakit dan akhirnya mati atau bahkan kabur dari kandang. Hingga saat ini jumlah luwak yang ia miliki hanya tersisa belasan saja.

Nama Luwak pun sempat mencuat menjadi binatang yang paling dicari pada waktu itu, padahal Luwak sebelumnya dikenal sebagai hewan hama yang mengganggu petani di kawasan Liwa. Harganya pun naik tajam sampai Rp 150.000 per ekor, saat ini bisa dijual Rp 300-500.000 per ekor. Menurut Gunawan Musang dibagi berbagai jenis yaitu musang bulan, musang pandan dan pohon.

"Musang yang bagus untuk kopi luwak itu yang pandan dan bulan. Musang pohon nggak makan kopi, tapi sarinya saja," katanya.

Ia mengaku luwak-luwak yang masih hidup pun tak mudah diberi makan. Melalui proses belajar otodidak ia mulai mengenal seluk beluk Luwak termasuk makanan apa saja yang ia harus beri, kapan waktunya, kopi jenis apa yang disukai Luwak.

"Makanan yang disukai Luwak selain kopi merah yang matang, Luwak juga suka pisang, pepaya sampai bekicot, proses makan kopinya pun malam hari," katanya.

Untuk urusan makanan luwak juga tak mudah, pasalnya dia waktu itu belum memiliki kebun kopi sendiri. Sehingga harus berburu mencari kopi dari petani ke petani dengan harga Rp 5000 per kg.

Selama proses belajar ini ia harus bergadang untuk memberi umpan kopi kepada Luwak pada malam hari. Gunawan menuturkan pada saat yang bersamaan para tetangganya mulai banyak yang tertarik, meski saat itu musangnya belum bisa diandalkan untuk menghasilkan rupiah.

"Mulai ada keinginan meminta kerjasama bagi hasil. Tapi saya tak mau direcokin," katanya.

Lambat laun jerih payahnya mulai terlihat, meski banyak tetangga menjalini bisnis yang sama ia tetap yakin bisa sukses. Setidaknya saat ini bisa membuktikan bisa mencukupi kebutuhan keluarganya sehari-hari dan mampu membeli mobil operasional Jeep Trooper seharga Rp 40 juta.

"Orang banyak menilai saya sukses, lalu banyak bermunculan," katanya.

Ia juga mengaku ada hal yang membanggakannya yaitu saat produk Kopi Luwaknya kabarnya pernah dibeli untuk keperluan jamuan kepresidenan. Sebelum bulan puasa beberapa waktu lalu, lanjut Gunawan, ada kenalannya dari kalangan militer yang membeli untuk keperluan jamuan tersebut.

"Kopi luwak saya pernah dipakai untuk coffee morning Pak Presiden SBY, waktu itu jumlahnya 4 Kg," klaimnya.

Ia menuturkan saat ini di Liwa Lampung Barat panen kopi robusta sudah usai, dan saat ini adalah musim kopi selingan. Masa panen kopi bulan Juni-Agustus, sehingga saat ini proses produksi kopi menurun, para produsen hanya mengandalkan stok yang ada.

Gunawan menambahkan pada saat produksi tinggi produksi kopi luwaknya dalam bentuk brenjel (bentuk kotoran belum diolah) mencapai 300 Kg per bulan. Namun saat tidak musim panen kopi produksi riilnya jauh dibawah 100 Kg per bulan.

"Sekarang lebih banyak jual bubuk, sebulan penjualan dari bubuk Rp 10 juta per bulan, kalau penjualan brenjel masih minim," katanya.

Selain memproduksi kopi luwaknya sendiri, ia memiliki mitra-mitra dengan produsen kopi luwak skala kecil dengan jumlah luwak perorangnya 2-5 ekor. Perannya juga disini sebagai pengumpul atau broker penjualan bagi pelanggan-pelanggan di Bandar Lampung, Bandung, Jakarta dan lain-lain.

Harga kopi Luwak bubuk yang ia jual mulai dari Rp 600.000-750.000 per Kg tergantung wilayah tujuannya. Sementara Kopi Luwak dalam bentuk brenjel atau gelondongan kotoran dijual Rp 200-250.000 per Kg sementar dalam bentuk biji bersih siap giling Rp 350.000-500.000.

"Saya dengar harga kopi Luwak di Jakarta di Grand Indonesia sampai Rp 2 juta per kg," katanya.

Seperti diketahui booming produksi kopi Luwak di Liwa Lampung Barat setidaknya sudah mulai ramai pada tahun 2007. Pada waktu itu kopi Luwak mulai dikembangkan secara insentif dengan pola penangkaran.

Padahal kopi luwak itu sendiri telah dikenal pada zaman kolonial Belanda sampai era tahun 1950-an. Pada masa itu sudah diketahui bahwa Luwak merupakan binatang yang gemar memakan buah kopi yang sudah matang dan para petani sering memunguti kotoran buah kopi luwak di alam bebas dengan adanya keyakinan kopi-kopi tersebut merupakan biji kopi terbaik dan sudah melalui proses fermentasi di dalam lambung luwak secara alami.

Mengenal Lebih Dekat Produk-Produk Asuransi Jiwa

Maraknya bisnis asuransi unit link saat ini menandai pergeseran penetrasi pasar asuransi jiwa dari produk-produk asuransi jiwa tradisional ke produk-produk asuransi jiwa modern yang menjanjikan tingkat pengembalian investasi lebih baik serta mampu menyumbangkan pertumbuhan premi yang signifikan.

Hal ini juga tidak terlepas dari pengaruh bahwa konsumen sudah mulai rasional dalam menentukan dan memutuskan jenis produk asuransi yang akan mereka beli. Pernyataan di atas memang tidak berlebihan ditujukan untuk sebuah mekanisme dalam memutuskan produk apa yang akan dibeli dan kenapa harus produk tersebut yang harus dibeli.


Usaha asuransi jiwa merupakan usaha di bidang jasa, dimana wujud produk yang dihasilkan bukanlah suatu barang tetapi jasa yang berbentuk aktivitas dan bersifat abstrak atau "intangible". Jasa yang dijual itu berupa jaminan perlindungan bagi konsumen (nasabah), yang berkaitan dengan hidup dan kehidupannya dalam suatu jangka waktu tertentu atau seumur hidup. Itulah yang dimaksud dengan istilah "life assurance", yang hendaknya tidak diartikan secara harfiah yaitu "jaminan hidup", melainkan "jaminan yang berkaitan dengan kehidupan", di mana di dalamnya terkait sejumlah uang dan waktu.

Jaminan di dalam asuransi jiwa berkisar antara kurang dari satu tahun sampai dengan seumur hidup, dan jaminan tersebut berangsur-angsur akan habis terkonsumsi sejalan dengan berlalunya waktu. Dalam jaminan itu terkandung suatu janji dari perusahaan asuransi jiwa untuk memberikan santunan dalam bentuk sejumlah uang jika tertanggung mengalami peristiwa seperti: meninggal dunia, cacat, sakit dan mencapai hari tua.

Jaminan tersebut secara implisit memberikan suatu kepastian kepada nasabah atas permasalahaan ketidakpastian mengenai kehilangan pendapatan sebagai akibat terjadinya peristiwa-peristiwa tersebut.
Pada tulisan pertama ini, akan dibicarakan beberapa jenis produk-produk asuransi jiwa yang dipasarkan oleh perusahaan asuransi jiwa di Indonesia serta mengenali manfaat-manfaat apa saja yang ditawarkan dari produk-produk asuransi jiwa tersebut.

Produk asuransi jiwa yang ditawarkan di pasar pada dasarnya terdiri atas tiga bentuk, yaitu Term Insurance, Whole Life Insurance dan Endowment Insurance, dimana produk-produk inilah yang dikategorikan sebagai produk-produk tradisional. Sementara produk-produk asuransi jiwa tradisional yang dikembangkan dengan melekatkan instrument-instrument investasi di dalamnya serta transparansi laporan baik laporan biaya-biaya dan keuntungan yang akan diperoleh tertanggung nantinya, dikategorikan sebagai produk-produk asuransi modern, seperti produk asuransi unit link.

APA SAJA PRODUK ASURANSI JIWA YANG DIPASARKAN DEWASA INI.

Banyak jenis produk asuransi jiwa yang ditawarkan oleh perusahaan asuransi jiwa, dimana pada dasarnya merupakan Endowment Insurance yang dikombinasikan dengan Term Life Insurance dan Whole Life Insurance. Misalnya, Endowment Insurance dengan manfaat meninggal dunia 2 kali atau lebih besar dari manfaat jatuh tempo. Ada juga produk asuransi jiwa yang memberikan santunan meninggal berupa uang pertanggungan ditambah semua premi yang telah dibayar. Pengembalian premi diberikan apabila tertanggung meninggal dunia kapan saja, ini merupakan produk Whole Life Insurance.

Produk Endowment Insurance dimana pembayaran manfaat asuransi diberikan secara berkala baik tahunan maupun bulanan disebut Anticipated Endowment. Besar manfaat yang diberikan secara berkala dibuat bervariasi misalnya dengan kenaikkan setiap tahun sebesar 2%, 5%, 10% atau lebih. Jenis lain produk Endowment Insurance yang sering dijumpai di pasar, diantaranya adalah:

• Dana Beasiswa. Produk ini merupakan produk Endowment Insurance yang dikaitkan dengan biaya sekolah, biasanya dikenal dengan nama Asuransi Bea Siswa, School Fee dan lain-lain.
• Dana Bertahap. Produk ini juga berbentuk Endowment Insurance tepatnya Pure Endowment Insurance, dimana jika tertanggung hidup pada akhir tahun tertentu selama masa asuransi, manfaat asuransi akan dibayarkan sebesar persentase tertentu dari uang pertanggungan.

PRODUK ASURANSI JIWA MODERN.

Tersedianya berbagai bentuk instrument surat berharga pasar uang, obligasi dan berbagai macam program tabungan, bagaimanapun juga memiliki dampak langsung terhadap produk asuransi jiwa, yaitu mengurangi daya tarik polis asuransi jiwa nilai tunai tradisional. Konsumen semakin banyak tertarik untuk ikut melakukan perdagangan dengan menggunakan instrumen yang lebih cepat mendatangkan keuntungan.

Keadaan dan kecenderungan tersebut memaksa perusahaan-perusahaan asuransi jiwa menciptakan atau merancang produk-produk asuransi jiwa dengan mengkombinasikan keunggulan-keunggulan asuransi jiwa nilai tunai (yaitu sifat terpaksa menabung dan sebagainya), dan berbagai pilihan produk yang memberikan keuntungan yang lebih tinggi. Produk ini pada saat diciptakannya dinamakan universal life insurance.

Dalam perkembangannya, banyak perusahaan asuransi asuransi jiwa mengeluarkan jenis asuransi jiwa dengan produk atau jenis polis yang sama disertai dengan keunggulan masing-masing polis. Nama-nama produk tersebut juga mengalami perubahan, misalnya challenger, complete life, solution dan sebagainya untuk menarik calon-calon konsumen untuk membeli produk-produknya. Nama-nama produk asuransi jiwa tersebut pada prinsipnya didasarkan pada produk universal life. Di Indonesia saat ini telah beredar beberapa nama produk asuransi jiwa universal life, yaitu PruLink (PT Prudential Life Assurance), Zlink (PT Zurich Life), AJBN Link (PT Asuransi Jiwa Binadaya Nusaindah) serta masih ada produk-produk asuransi dengan nama'Link' di belakang nama produknya. Sampai saat ini masih dibuat produk serupa oleh beberapa perusahaan asuransi jiwa di Indonesia, yang tentunya akan menambah perbendaharaan nama produk universal life di Indonesia.

MENGENALI CIRI-CIRI PRODUK ASURANSI JIWA TRADISIONAL DAN PRODUK ASURANSI JIWA MODERN.

Seperti yang dijelaskan pada bagian terdahulu, perkembangan produk asuransi jiwa dapat dikelompokkan menurut periodenya, yaitu produk asuransi jiwa tradisional dan produk asuransi jiwa modern. Ciri-ciri dari produk asuransi jiwa tradisional diantaranya adalah:

• Besar premi dan uang pertanggungannya tetap (konstan) sejak dimulainya asuransi sampai dengan habisnya masa asuransi.
• Jadual pembayaran premi ditetapkan sebelumnya, misalnya setiap tahun, enam bulan, tiga bulan atau bulanan.
• Sejak kontrak dimulai nilai tunai polis sudah dapat diketahui.
• Komposisi biaya, tabel mortalita dan tingkat bunga tidak dirinci dan tidak diketahui oleh calon pemegang polis.
• Besar tingkat bunga yang dinikmati oleh pemegang polis konstan sepanjang kontrak asuransi.
Sedangkan untuk produk asuransi jiwa modern mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
• Komposisi premi dirinci secara terpisah antara premi asuransi murni, biaya dan tingkat bunga.
• Semua rincian tersebut diketahui oleh calon pemegang polis.
• Masa pembayaran premi dan besarnya uang pertanggungan dapat berubah-ubah, dan tidak mempunyai jadual yang tetap, karena produk asuransi jiwa modern ini memungkinkan adanya penambahan premi kapan saja.
• Produk ini memerlukan administrasi yang jauh lebih rumit daripada produk asuransi jiwa tradisional, oleh karena produk ini memiliki bagian premi untuk investasi yang cukup besar dan harus dikelola secara profesional.
• Calon pemegang polis boleh menentukan dimana dana (premi) diinvestasikan, seperti saham, obligasi, pasar uang, deposito dan sebagainya.
• Nilai tunai dari polis ini ditentukan oleh kinerja komite investasi dari perusahaan asuransi jiwa yang mengelola, sehingga pemegang polis tidak tahu persis berapa nilai tunai yang akan ia terima apabila lapse.
• Bentuk asuransi jiwa biasanya Whole Life Insurance dengan ditambahkan beberapa rider seperti personal accident dan total pemanent and disability.

Ciri-ciri yang diuraikan di atas, memberikan gambaran yang lebih baik dalam mengenali produk-produk asuransi yang dikategorikan tradisional dan modern tersebut. Tentunya setiap produk memiliki nilai plus minus jika dilihat dari setiap ciri-ciri tersebut di atas. Keputusan untuk menentukan produk asuransi mana yang paling tepat untuk dibeli, menjadi suatu pertimbangan yang komprehensif bagi calon tertanggung selain sebagai tujuan proteksi calon tertanggung itu sendiri. Bisa saja pertimbangan akan tingkat pengembalian hasil akan menjadi preferensi utama dalam memutuskan membeli produk asuransi tersebut. Pada tulisan selanjutnya akan dibahas mengenai manfaat-manfaat besar dalam membeli suatu produk asuransi jiwa.

From King Parking incarnates So 'King Luwak'



Lampung - Civet Coffee Enchantment increasingly became a byword as a line of coffee that has a distinctive taste. Even Civet Coffee was once dubbed as the world's most expensive coffee.

Civet Coffee fame apparently also by Gunawan was arrested Confessing Way resident, Liwa Lampung Barat. Gunawan, who previously was a parking coordinator in West Lampung with a mediocre income, now after 3 years in the business of production and sale of civet brew their economy improves.

"I had previously had 17 years as coordinator for parking, it can only be made to eat alone. I finally eliminated," said Gunawan told detikFinance when met at his residence, Way Confess, Liwa, Lampung Barat, on Wednesday (06/10/2010).


Gunawan said had mastered parking locations in 7 markets in West Lampung, with the men up to 25 people. But over time, the profession was becoming displaced during perpakiran management taken over by the government.

Gunawan's fate was finally brought to mengakrabi Luwak coffee business. He tells the story of the beginning of his plunge in business Civet Coffee began when he was a walk in the market and attracted two animals weasel or mongoose. As a fan of animals he then bought two ferrets are with each of the price of Rp 50,000 per cow.

"I love that name Luwak Inul and Adam (dangdut singer)," he recalls with a laugh.

He explained that the introduction to business acquaintances Civet Coffee originated from a citizen requesting descent from Medan in cooperation. Task Gunawan ktika it only provides feedback to the two animals luwaknya coffee. The fellow is in a certain period to take and buy these civet droppings.

"Weasel I offered $ 1 million to him," he said.

Interval of 3 months he started walking suspicious of the movements of his partner who is not open. Previously, he only knew the reason for his purchase dirt Luwak Coffee is only for the drug. While the two luwaknya apprehensive because of too much coffee fed.

"I'm curious, because I do not understand the internet for help to find the solution on the internet by a friend about the civet droppings by a friend. I am amazed that in China there is information from Luwak coffee prices persetengah valued up to Rp 2.5 million pounds," he said.

Start since it was he thinking to develop Coffee Luwak by collecting as much as mongoose and 67 tails. Unfortunately, it's not as easy as he imagined because a lot of Civet are sick and eventually die, or even escape from the cage. Until now the number of mongoose that he had only a dozen left alone.

Civet name also had protruding into the most sought after animals at the time, whereas formerly known as Civet animal pests that interfere with farmers in the area of Liwa. The price also rose sharply to Rp 150,000 per head, at this time can be sold for RP 300-500000 per fish. According to Gunawan Weasel divided the various types of weasel months, weasels and pandanus trees.

"Weasel good for civet coffee is the pandanus and the moon. Civets not eat coffee tree, but the juice alone," he said.

He claimed to mongoose-mongoose that was alive was not easy to be fed. Through the process of learning self-taught he started to know the ins and outs of Civet including what foods he should give, when it's time, what kind of coffee you like civet.

"Food is like Civet other than the ripe red coffee, Luwak also like bananas, papayas until the snail, the coffee was the evening meal," he said.

For business mongoose food is also not easy, the article he was not yet have its own coffee plantation. So have to hunt to find coffee from farmer to farmer with a price of Rp 5000 per kg.

During this learning process she had to stay up to give feedback to the Luwak coffee at night. Gunawan said at the same time the neighbors began to many who are interested, even though it was musangnya not be relied upon to generate dollars.

"From there is a desire to ask the cooperation of the results. But I do not want direcokin," he said.

Gradually, his efforts began to be seen, although many neighbors menjalini same business he remained confident of success. At least this time could prove to be sufficient for his family everyday and be able to buy the car operations Trooper Jeep worth RP 40 million.

"People judge a lot of my success, and many emerging," he said.

He also admitted there are things that proud of Coffee product during Luwaknya reportedly been purchased for the presidential banquet. Before the fasting month some time ago, continued Gunawan, there are acquaintances of the military who bought it for entertainment purposes.

"I've used Coffee Luwak coffee morning for Mr. President SBY, then the number 4 Kg," he claims.

He said today in Liwa West Lampung robusta coffee harvest is over, and now is the season of coffee interlude. Coffee harvest period June-August, so the current decline of coffee production process, producers rely on existing stock.

Gunawan added at the time of high production in the form of coffee production luwaknya brenjel (un-processed form of manure) to 300 Kg per month. But when the coffee harvest season is not far below the real production of 100 kg per month.

"Now more selling powder, a month of sales of powder Rp 10 million per month, if sales brenjel still minimal," he said.

Besides producing luwaknya own coffee, he has partners with small-scale coffee producers by the amount of mongoose mongoose tail perorangnya 2-5. His role here as well as collectors or broker the sale for customers in Bandar Lampung, Bandung, Jakarta and others.

Civet coffee prices powder that he sold ranging from Rp 600,000 to 750,000 per kg depending on the destination. While Civet Coffee in the form of logs and dirt brenjel or sold RP 200-250000 per Kg temporal in the form of clean seed ready milled RP 350000-500000.

"I heard Luwak coffee prices in Jakarta in Grand Indonesia to Rp 2 million per kg," he said.

As is known Luwak coffee production boom in Liwa Lampung Barat at least has started bustling in 2007. At that time Luwak coffee began to be developed in incentives with the breeding patterns.

And Luwak coffee itself has been known in Dutch colonial times until the era of the 1950s. In those days it was known that the civet is a beast who likes to eat the coffee fruit is ripe and the farmers often pick up the droppings of civet coffee fruit in the wild with the belief coffees are the best coffee beans and has been through the process of fermentation in the stomach by mongoose natural.

MENGGERAKKAN UANG UNTUK MENCARI UANG

Banyak diantara Anda, dari dulu hingga sekarang, selalu beranggapan bahwa uang hanya bisa dicari dengan bekerja. Sebagai contoh, Anda atau suami Anda kebetulan lagi bokek sekali. Lalu, Anda berdua berunding, dan akhirnya memutuskan bahwa Anda atau suami harus kerja untuk mendapatkan penghasilan.

Itu memang tidak salah. Bagaimana pun, untuk mendapat uang Anda harus bekerja. Tapi yang salah adalah bahwa kalau Anda berpikir bahwa hanya Anda yang bisa bekerja. Padahal, ada pihak lain yang bisa Anda pekerjakan untuk cari uang dalam keluarga. Siapa dia?

Jika sekarang hanya Anda bekerja, maka Anda bisa minta Suami untuk bekerja juga. Jika Anda sudah punya anak yang dewasa, maka tidak ada salahnya memintanya untuk ikut membantu Anda bekerja.

Selain anggota keluarga, ada sumber penghasilan lain yang Anda bisa minta tolong untuk mencari uang. Siapa dia? Uang Anda sendiri. Betul, uang yang Anda punya sekarang, bisa Anda pekerjakan untuk ikut mencari uang sendiri.

Lho, maksudnya gimana?

Iya, katakan saja pada saat ini suami Anda bekerja. Dari pekerjaan tersebut, suami Anda bisa mendapatkan pemasukan yang rutin sekitar Rp 1,5 juta sebulan. Lalu, katakan saja Anda juga bekerja, dan bisa mendapatkan penghasilan sebesar Rp 1 juta per bulan. Jadi, total penghasilan Anda berdua adalah Rp 2,5 juta per bulan.


Dalam perjalanannya, Anda berdua bisa memiliki tabungan yang cukup lumayan. Besarnya - katakan saja - sebesar Rp 20 juta. Uang itu ditaruh di tabungan. Jarang sih dipakai, karena toh untuk pengeluaran bulanan Anda berdua selalu mengambilnya dari penghasilan rutin.

Sekarang pertanyaannya, kalau Anda masih ingat, berapa pemasukan rutin yang didapat untuk keluarga Anda? Jawabannya jelas: Rp 2,5 juta per bulan. Pertanyaan berikut, siapa yang bekerja untuk bisa mendapatkan Rp 2,5 juta per bulan tersebut? Jawabannya jelas: Anda dan suami Anda. Bagaimana kabarnya Rp 20 juta yang Anda punya? Nganggur. Lho, kok nganggur? Ya jelas nganggur, wong cuma ditaruh di tabungan. Bunganya toh nggak seberapa.

Kalau Anda kreatif, Anda bisa memiliki penghasilan tambahan dengan memproduktifkan sebagian dari Rp 20 juta yang Anda punya tadi. Sebagai contoh, Anda bisa memakai Rp 10 juta saja dari uang tersebut untuk Anda investasikan dan mendapatkan penghasilan tambahan yang baru, sama ibaratnya seperti kalau Anda punya anggota keluarga yang ikut bekerja menyumbang penghasilan kepada keluarga.

Masalahnya sekarang, bagaimana menginvestasikan uang tersebut supaya ia bisa menghasilkan pemasukan untuk keluarga Anda? Hanya ada dua jawabannya:

* Menginvestasikannya ke Usaha
* Menginvestasikannya ke Produk

Kalau Anda menginvestasikannya ke Usaha, Anda mungkin bisa mendapatkan penghasilan yang lumayan dari situ. Untuk awalnya, sambil tetap Anda melakukan pekerjaan Anda yang utama, Anda bisa menjalankan usaha tersebut dengan mengajak - katakan - anggota keluarga Anda. Lama kelamaan, setelah beberapa bulan misalnya, Anda bisa menyerahkan sepenuhnya pengelolaan usaha tersebut kepada anggota keluarga Anda, sementara Anda tetap bekerja di pekerjaan awal Anda. Dengan demikian, saat ini bukan hanya Anda yang cari uang, tapi juga uang Anda bisa 'digerakkan' untuk cari uang juga. Walaupun mungkin pada awalnya ia tetap butuh bantuan Anda untuk bisa 'digerakkan'.

Selain ke usaha, Anda juga bisa menginvestasikan uang Anda ke produk. Di sini, hasil yang Anda dapatkan mungkin lebih kecil daripada kalau Anda melakukan investasi ke usaha. Tapi, usaha awal yang Anda lakukan untuk menggerakkan uang tersebut untuk mencari uang lagi akan lebih ringan dibanding kalau Anda melakukannya lewat membuka usaha. Umumnya, produk-produk yang bisa Anda pilih untuk bisa membuat uang Anda bekerja mencari uang lagi adalah produk-produk yang minimal bisa memberikan hasil sebesar deposito. Tentunya, kalau Anda bisa mencari produk lain yang memberikan hasil lebih besar akan lebih bagus.

Jadi sekali lagi Bapak Ibu, kalau saat ini cuma Anda dan suami Anda yang bekerja cari uang, mulai sekarang jangan lagi ada anggapan bahwa cuma Anda berdua yang bisa bekerja mendapatkan uang. Tapi juga uang Anda bisa 'digerakkan' untuk mendapatkan uang lagi. Kalau Anda terus yang harus bekerja untuk cari uang, capek dong Bu! Jadi, jangan biarkan cuma Anda sendiri yang bekerja cari uang. Libatkan juga uang Anda untuk bisa cari uang juga. Bukan begitu?

Saturday, October 30, 2010

Move MONEY TO FIND MONEY

Many of you, from past until now, always thought that money could only be sought by working. For example, you or your husband accidentally broke once again. Then, you both negotiate, and finally decided that you or your husband must work to earn money.

It was not wrong. However, to get the money you have to work. But which one is that if you think that only you can work. In fact, there are other parties that you can hire to make money in the family. Who is he?

If now you are only working, then you can ask the husband to work well. If you already have an adult child, then there is no harm in asking him to help you work.

In addition to family members, there are other sources of income that you can ask for the money. Who is he? Your own money. Yes, the money you have now, can you hire to join his own money.


Why, that is how?

Yeah, let's say at this time your husband works. From this work, your husband can get a regular income of about Rp 1.5 million a month. Then, let's say you also work, and be earning Rp 1 million per month. Thus, the total income you both is Rp 2.5 million per month.

Along the way, you both can have a pretty good savings. The amount - let's say - Rp 20 million. The money was placed in savings. Rarely still in use, because after all your monthly expenditures are both always take it from regular income.

Now the question is, if you still remember, how much regular income earned for your family? The answer is clear: USD 2.5 million per month. The following question, who is working to get USD 2.5 million per month? The answer is clear: You and your husband. How's USD 20 million that you have? Idle. Lho, kok idle? Yes obviously unemployed, wong just put in savings. The flowers do not yet amount to much.

If you're creative, you can have extra income with memproduktifkan part of USD 20 million that you have had. For example, you can wear just USD 10 million of your money to invest and earn additional revenue the new, the same is like if you have family members that work contributes to family income.

The problem now is, how to invest the money so he can generate income for your family? There are only two answers:

* Invest Enterprises
* Invest Products

If you invest into the business, you may be able to get a decent income from it. For starters, while you do your primary job, you can run the business by getting - say - a member of your family. Eventually, after several months for example, you can submit a complete business management to the members of your family, while you keep working on your early work. Thus, at this time not only you are looking for money, but also the money you could be 'driven' to make money as well. Although it may at first he still needs your help to be 'driven'.

In addition to the business, you also can invest your money into the product. Here, the results you get may be smaller than if you make an investment into the business. However, initial efforts you do to move this money to make money again will be lighter than if you do it by opening a business. Generally, the products that you can choose to make your money work for money again are products that can provide results for a minimum deposit. Of course, if you can find other products that provide greater results would be great.

So once again Mr. Mom, if this time is just you and your husband who works for the money, from now on no more was thought that only you both can work to get money. But also the money you can 'move' to get more money. If you continue to work to make money, tired of dong Bu! So, do not let only your own work for the money. Involve your money also can make money too. Is not that right?

Greetings.
Safir Senduk
Financial Planner

Saturday, October 23, 2010

11 on New Year's Resolution

The new year has arrived. This is the time to build the determination to achieve success during this year. Begin your step by creating a new resolution for success successfully achieved. Here are 11 resolutions that you can make a guide.

1. Do everything you like, and can be done well, every day.

In his famous book, First Break All the Rules: What the World's Greatest Managers Do Differently, Marcus Buckingham and Curt Coffman of the Gallup organization found these critical factors in an interview to 80,000 managers. In
the interview, they reduced the question to 12 questions about how they define the work environment a fun, motivating, and productive. The question is depreciated into 3 pieces: Do I know what you want from me in work? Do I have the materials and equipment necessary to do the job correctly? At work, do I have the opportunity to do the right thing every day? People who can answer questions confidently will be more happy and productive.

2. Do everything to your satisfaction every day.

As a manager or business professional, you can get caught doing something else while working. If you have family members who took time off, the problem is growing. Set the time for your personal self-interest every day for light exercise, relaxation, reflection, night cooking food, eating ice cream, write journals, gardening, walking along a pet, and various other activities that make you feel free.

3. Give yourself something of value and store them carefully if you deserve it.

In a Gallup study, this question is considered as the most productive working environment. People who get praise or recognition for his work in the past week more to feel happy and productive. One way is to keep a positive note, thanks and anything that reminds you a successful effort. Stop reviewing success after each project is completed.

4. Try to learn new things every day.


Life will feel flat and dull when you are caught in the routine things and old ways. Read the article, discuss new approaches with colleagues, doing research what other organizations on the Web. Multiple learning opportunities in the current information age.

5. Make professional contacts.

Look who just colleagues you've lost touch. Make sure you attend at least one professional meeting each month. You will benefit from friendships and relationships that have developed through active participation. It is not enough just to join. You need to participate to achieve the result of professional collaboration. Try reading a book about networks (networking), for example by networking king Harvey McKay: Dig the Well Before You're Thirsty: The Only Networking Book You'll Ever Need.
6. Professional practice values with the outside of your comfort zone.

When you are in the area comfortable (comfort zone), often thought you forgive your actions because they do not want to think about something or to avoid being involved in an issue that will make you 'into trouble'. In these circumstances, explain what you think. Other people will praise you if you want to take a stance and make a decision which is more difficult but the results are keenly felt, for example, in an effort to satisfy customers.

7. Hear more than talk.

The old adage that we have one mouth and two ears is very true. As a manager, you spent the time mainly to solve the problem. Plan this year to listen to what colleagues say. Maybe they just want to be heard, not advice or solutions to problems. Your willingness to hear empower them to solve their own problems. If they felt really listened to, they will change from passive to active in the work. In terms of Stephen Covey, mencobalah first to understand, just next to be understood.

8. Use notes and stacking purposes of planning your life, your daily involvement and a list of job you have to do.

Using the planning notes to help relieve your mind so that you can think of other things more important. For instance by buying a PDA / phone and enjoy the convenience of recording daily tasks electronically. Whether in writing or using electronic tools that suit your needs, finding out daily activities is a priority goal vs. the one thing that is very important. You'll want to ensure the complete success of the most important priority, is not it?

9. Diligent reading to continue to learn and grow.

You used to reading some business books every month and periodically read online journals and newspaper business. Perhaps it is not always achieved, but reading it will be very helpful. Try reading a variety of readings with topic-larger topics. Try the all-time out of the book business to get how other subjects enhance your viewing horizons.

10. Try a new hobby or activity this year.

Maybe this year is the opportunity to begin to add to your collection, try new hobbies and interests. Especially things that are as long as it contains intrigue and seize your attention. This will add a dimension of understanding to your world.

11. Try not always serious.

During this time, you more associated with serious things for the sake of business success. Set aside time. Try to laugh, kiss Arom cake, or pastry cook. Smile when you hear stories of employees madness ever undertaken in the work. You do not have to always be a 'dad' or 'mother' every day. Enjoy them as a little entertainment and uniqueness of life.

Tuesday, October 19, 2010

Cara Praktis Menentukan Jumlah Staf yang Efektif dan Efisien

Proses penentuan jumlah pegawai melalui analisis manpower planning dapat dilakukan dengan dua cara, yakni ratio analysis dan workload analysis.

Metode ratio analysis adalah cara untuk mengestimasi kebutuhan jumlah tenaga kerja berdasar rasio antara faktor tertentu (misalnya jumlah pendapatan) dengan jumlah karyawan yang dibutuhkan (misalnya jumlah pegawai yang diperlukan). Dalam konteks perusahaan Anda (Bursa Efek Indonesia), maka faktor yang bisa dijadikan patokan untuk menentukan kebutuhan tenaga kerja bisa berupa jumlah emiten, atau jumlah pendapatan (revenue) selama setahun, atau nilai kapitalisasi pasar.

Dengan mematok rasio tertentu, maka Anda akan bisa mengestimasi berapa kebutuhan tenaga kerja yang ideal. Contoh, kalau pendapatan perusahaan Anda selama setahun Rp 50 milyar, maka jumlah pekerja sebaiknya sekitar 500 (rasio 1 : Rp 100,000,000). Contoh lain, kalau jumlah emiten 200 perusahaan, maka jumlah karyawan sebaiknya sekitar 400 (1 : 2).

Lalu, berapa patokan angka rasio yang ideal? Nah, di sini Anda bisa melakukan perbandingan dengan perusahaan sejenis di negara lain. Misalnya, di Bursa Efek Thailand, berapa perbandingan antara pendapatan setahun mereka dengan jumlah karyawan; atau perbandingan antara jumlah emiten dengan jumlah karyawannya.

Metode rasio ini juga bisa diterapkan untuk menentukan jumlah pegawai di bagian support (IT, HR and GA, Finance) dengan jumlah pegawai di bagian core function. Angka rata-rata yang dipatok adalah 15 %. Artinya kalau jumlah total perusahaan Anda adalah 500, maka total karyawan dibagian support itu sebaiknya berkisar pada angka 75.

Metode kedua adalah dengan cara workload analysis. Metode ini merupakan proses untuk menghitung beban kerja suatu fungsi tertentu dalam perusahaan.� Dari perhitungan ini kemudian dapat ditentukan berapa jumlah kebutuhan ideal pegawai yang dibutuhkan.

Secara spesifik, terdapat tiga langkah kunci untuk melakukan workload analysis. Yang pertama adalah menentukan output utama dari suatu fungsi tertentu, dan kemudian mengidentifikasi rangkaian aktivitas kerja yang dibutuhkan untuk menghasilkan output tersebut. Langkah berikutnya, mem-break down rangkaian aktivitas menjadi satuan tugas yang lebih rinci dan spesifik, serta mengekelompokkan satuan tugas tersebut berdasar tingkat kesulitan/kompleksitasnya.

Langkah selanjutnya adalah melakukan proses perhitungan jumlah waktu total yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masing-masing satuan tugas tersebut. Dari sini akan dapat dihitung jumlah total waktu yang digunakan untuk menghasilkan keseluruhan output utama dari fungsi yang dianalisis.� Jumlah total waktu yang dibutuhkan inilah yang kemudian digunakan sebagai dasar untuk menghitung jumlah ideal pegawai yang dibutuhkan.

Terdapat beberapa referensi yang membantu untuk melaksanakan proses di atas, antara lain
1. Edward J. Folk, Methods Analysis and Work Measurement, Mcgraw Hill
2. C.R.Wynne- Roberts and George Kanawaty, Introduction to Work Study, International Labour Office.

Sunday, October 17, 2010

Dari Bintang Tunggal untuk Team Player (From Single Star to Team Player)


Sebuah bintang tunggal adalah seseorang yang melakukan sangat baik dalam pekerjaannya tetapi tidak membantu orang lain. Atau satu meminta bantuan dan kadang-kadang bahkan kasar ketika ditanya untuk melakukan sesuatu untuk perusahaan yang tidak menguntungkan dirinya atau langsung itu. Masalah dengan orang-orang ini adalah bahwa mereka dapat meracuni organisasi-mereka menetapkan contoh buruk untuk orang lain jika eksekutif tetap bermanfaat dan mempromosikan mereka.

Manajer mungkin merasa bahwa mereka membutuhkan mereka, tentu saja, seperti yang mereka lakukan kinerja yang baik. Jadi cukup berani untuk memecat mereka dalam agak miskin lingkungan ekonomi saat ini. Tapi jika Anda benar-benar serius ingin membangun sebuah perusahaan kolaboratif dan ingin memetik hasil ekonomi dari melakukannya, Anda harus layar untuk bintang tunggal.

Perusahaan, industri, dan fungsi yang sangat imbalan berdasarkan kinerja individu rentan terhadap masalah ini. Ini adalah masalah di bidang perbankan investasi dan juga dapat menjadi masalah dalam organisasi penjualan di mana individu adalah kompensasi untuk penjualan sendiri dan bukan untuk menolong orang lain dan berbagi praktik terbaik.

Banyak perusahaan telah berfokus pada manajemen pengetahuan beberapa tahun terakhir. Sedangkan yang telah menjadi awal yang baik, hanya salah satu bagian dari keseluruhan tantangan menciptakan sebuah organisasi kolaboratif yang efektif. KM hanya kasus khusus dari menanamkan sebuah organisasi kolaboratif, yang juga termasuk mengkoordinasikan kegiatan dan melakukan kerja bersama melintasi batas-batas organisasi.

Mengapa Karyawan Jangan Berkolaborasi
Eksekutif perlu memahami mengapa orang dalam organisasi tidak berkolaborasi dan berbagi sebanyak yang mereka seharusnya.
Ada empat kendala yang melibatkan motivasi karyawan dan kemampuan yang harus diatasi.

Pertama, keengganan untuk mencari nasihat dan belajar dari orang lain. Karyawan mungkin tidak ingin mencari nasihat pada organisasi, baik karena mereka percaya bahwa mereka tidak bisa belajar apa pun atau karena ada norma yang berlaku bahwa orang harus memperbaiki masalah mereka sendiri. Tidak ada sistem elektronik manajemen pengetahuan dapat memperbaiki masalah ini; hanya membuat dokumen dan link ke ahli yang tersedia tidak membantu jika karyawan tidak ingin masukan dari orang lain.

Cara lain adalah dengan merekrut karyawan yang memiliki kecenderungan alami untuk meminta bantuan. Sebuah rantai restoran di Amerika Serikat melakukan hal ini sengaja. Pada wawancara, bertanya: "Apa yang telah Anda menghadapi hambatan dalam pekerjaan sebelumnya yang mencegah Anda dari melakukan pekerjaan yang baik dan bagaimana Anda mengatasi kendala tersebut?" Jawaban diinginkan harus mencakup meminta bantuan dan mengkomunikasikan masalah kepada orang lain, tidak mencoba untuk menjadi pahlawan dan memperbaikinya sendiri.

Kedua, terdapat ketidakmampuan untuk menemukan keahlian. Ada sering seseorang yang mengetahui jawaban dari masalah tapi mungkin bisa hampir mustahil untuk menghubungkan orang yang memiliki keahlian dengan orang yang membutuhkannya. Jelas, database dan mesin pencari elektronik dengan peranan yang berguna di sini tetapi lebih dalam kapasitas sebagai "yellow pages elektronik" daripada sebagai diri repositori elektronik cukup. Dalam perusahaan manajemen paling konsultasi, misalnya, konsultan upload disanitasi dokumen yang berisi pekerjaan selesai mereka ke dalam database, yang kemudian diakses oleh konsultan lain yang meninjau sebelum bekerja dan hubungi konsultan yang melakukannya.

Namun, teknologi ada batasnya. Ahli direktori menjadi ketinggalan zaman dan tidak sepenuhnya menangkap apa yang setiap orang tahu. Lebih penting lagi, mereka tidak memungkinkan untuk kombinasi ide kreatif dan individu. Oleh karena itu perusahaan perlu menumbuhkan orang-orang yang tahu di mana para ahli dan ide-ide berada. Ini "konektor" cenderung panjang-timer yang telah bekerja di berbagai bidang di dalam perusahaan dan karenanya memiliki jaringan pribadi yang luas. Mereka melihat peluang untuk menciptakan nilai baru berdasarkan kombinasi bakat, ide, dan keahlian dalam unit yang berbeda.

Kemudian ada keengganan untuk membantu. Apakah pengetahuan ditimbun di perusahaan Anda? Karyawan mungkin bersedia untuk mencari nasihat tetapi orang lain kadang-kadang enggan untuk berbagi. Penekanan yang tumbuh di manajemen kinerja telah memicu masalah ini: Orang tidak lagi memiliki waktu untuk membantu orang lain, atau mereka tidak peduli, karena mereka hanya diminta untuk memenuhi target mereka sendiri. Sementara kinerja yang penting, eksekutif juga perlu mengembangkan insentif untuk membantu orang lain, dan mengembangkan identitas bersama antara karyawan. Ini adalah masalah terkenal di banyak bank investasi, dimana para bankir mengejar peluang mereka sendiri tanpa benar membantu orang lain.

Terakhir, ada ketidakmampuan untuk bekerja sama. Sebuah "kimia" masalah kadang-kadang dapat mencegah orang yang bekerja sama dengan baik, bahkan jika mereka ingin dan merupakan bagian dari tim proyek. Ini adalah masalah yang sangat berbeda dari tiga hambatan lain dan membutuhkan respon yang berbeda, termasuk sesi pelatihan pada kerjasama tim, melatih orang ketika mereka mencoba untuk bekerja sama, dan pengembangan hubungan yang kuat antara orang dari unit yang berbeda.

Sebagai contoh, sebuah studi kinerja waktu-ke-pasar proyek pengembangan produk baru dalam sebuah perusahaan teknologi tinggi menemukan bahwa proyek insinyur yang bekerja dengan para insinyur dari divisi lain memakan waktu 20 hingga 30 persen lebih lama untuk menyelesaikan proyek-proyek mereka ketika mereka tidak mendirikan hubungan pribadi. Insinyur sulit untuk mengartikulasikan, memahami, dan menyerap teknologi kompleks yang dialihkan antar divisi ketika mereka tidak belajar untuk bekerja sama sebelumnya.

Manajer harus menanggapi masing-masing hambatan dengan cara yang berbeda. Misalnya, mengembangkan sistem manajemen pengetahuan elektronik tidak akan membantu jika masalah mendasar adalah bahwa karyawan menimbun pengetahuan dan tidak akan mencari bantuan, hanya akan membuat orang sinis tentang kolaborasi. Demikian juga, membuat promosi bergantung pada sejauh mana orang mencari nasehat dari orang lain tidak akan membantu jika tidak ada cara mengidentifikasi ahli. Semua empat hambatan yang perlu diatasi untuk kerjasama yang efektif terjadi. Pemecahan satu masalah, tetapi tidak yang lain, tidak akan membantu.

oleh Hansen Morten

Saturday, October 16, 2010

5 Tabiat Eksekutif yang Gagal

Menjadi eksekutif atau manajer jelas bukanlah pekerjaan mudah. Di tangan ereka terletak masa depan perusahaan beserta seluruh stakeholdernya. Itu sebabnya, Anda janganlah terlalu bersengan hati bila dipercaya menjadi CEO, Direktur atau bahkan manajer. Salah-salah malah anda membuat perusahaan terjerembab, jatuh bangkrut, merugi, menghilangkan lapangan pekerjaan bagi karyawan, dan seterusnya. Reputasi anda sebagai professional pun bakal tercoreng.



Hasil penelitian oleh Tim Riset Tuck School of Business, Darmouth (dibawah pimpinan Sydney Finkelstein), terhadap berbegai kegagalan bisnis di sejumlah Negara maju menunjukkan betapa kegagalan perusahaan lebih banyak ditentukan oleh rendahnya kualitas personal pemimpin. Repotnya, kualitas personal ini terkait denagn kualitas personal yang mengagumkan dari para pemimpin itu sendiri. Kebanyakan penghancur perushaan adalah orang-orang yang memiliki kecerdasan dan talenta luar biasa. Mereka selalu tampil menarik, mempertontonkan daya tarik personal, dan menginspirasikan orang lain. Foto wajah mereka sering menghiasi majalah-majalah bisnis kelas dunia macam Forbes, Fortune, Business Week, dan sebagainya.
Dari penelusuran terhadap daftar eksekutif perusahaan yang gagal, mulai dari perusahaan Rubbermaid hingga Enron, Wang Labs, Sony, dan Samsung, tim riset ini berhasil merumuskan 7 tabiat eksekutif yang gagal tersebut. Tabiat ini harus menjadi catatan oleh seluruh jajaran perusahaan, dari manajer hingga CEO.

Tabiat 1 Mereka melihat diri dan perusahaan mereka mendominasi lingkungannya.
Seorang eksekutif harus memiliki ambisi besar dan bertindak proaktif utnuk sukses, namun dasar dari tindakannya itu harus didasarkan pada filosofi yang tepat. Pemimpin sukses bertindak proaktif karena mereka menyadari bahwa mereka tidak mendominasi lingkungan. Mereka tahu,betapapun suksesnya di masa lalu, mereka tetap berhadapan dengan lingkungan yang terus berubah. Mereka harus terus meluncurkan inisiatif baru karena mereka tidak mampu menjamin segala sesuatu terjadi sesuai harapan. Perencanaan perushaan harus senantiasa disesuaikan dan ditinjau ulang.

Pemimpin yang melihat diri dan perusahaan merea mendominasi lingkungan melupakan hal ini. Mereka sngat yakin dengan kemampuan mereka mengontrol apa yang akan terjadi dan mengabaikan peran kesempatan dan keadan terhadap keberhasilan mereka. Mereka berpikir mampu mendiktekan kehendak mereka terhadap lingkungan. Mereka merasa bahwa kesuksesan diri dan perusahaan mereka karena mereka membutnya terjadi.

Tabiat 2 Tidak ada batas antara kepentingan pribadi dengan kepentingan perusahaan.
Kemampuan eksekutif untukmengidentifikasi kepentingan perushaan secara mendetil bisa menyebabkan mereka mengambil keputusan yang tidak bijak. Selain memperlakukan perusahaan sebagai sesuatu yang perlu mereka besarkan dn lindungi, para CEO yang mengidentifikasi kepentinganperusahaan terlalu banyak bisa memperlakukan perusahaan sebagai kepanjangan diri mereka. Mereka mengakibatkan perusahaan melakukan sesuatu yang masuk akal bagi dirinya, namun belum tentu masuk akal bagi perusahaan. Mereka seakan akan bertindak sebagai pemilik perusahaan dn berhak melakukan apa saja dengan mengatas namakan kebaikan perusahaan. Padahal, sebenarnya lebih untuk kepentingan pribadinya.
Eksekutif semacam ini memiliki mentalitas untuk memanfaatkan perusahaan demi mewujudkan ambisi pribadinya, kendatipun hal itu bukanlah cara terbaik mencetak laba. CEO Samsung Kun-Hee Lee memutuskan untuk memasuki bisnis otomotif lebih karena ia menyukai mobil. Saatchi bersaudara terus memperbesar perusahaannya, tanpa peduli apakah hal itu menghasilkan laba, namun lebih karena ego ekspansi pribadinya.

Tabiat 3 Mereka kira memiliki semua jawabannya
Sulit sekali untuk tidak menjadi terkesan terhadap pemimpin bisnis yang tahu mendetil segala sesuatu yang penting. Mereka mudah sekli membuat situasi yang rumit ke dalam suatu hal yang masuk akal. Di luar semua itu, mereka diberi kelebihan mampu membuat keputusan dalam situasi apapun.
Wajar bila kemudian, media masa dan public mengagumi mereka. Mereka adalah eksekutif-eksekutif yang mampu mengambil lusinan keputusan dalam satu menit, menyampaikan perintah-perintah yang berdampak besar bagi perusahaan, mampu menghadapi krisis berkali-kali, dan mampu mencerna situasi dalam satu detik yang bagi orang lain butuh waktu berhari-hari melakukannya. Di level yang lebih tinggi dalam perusahaan, mereka adapah prototype eksekutif yang hebat dan perlu ditiru. Mereka dianggap figure ideal yang selalu memiliki banyak jawaban terhadap segala permasalahan, dan mampu memberikan jawaban tersebut secepat pertanyaan diajukan.
Apa yang terjadi terhadap gambaran eksekutif semacam ini sebetulnya adalah sebuah penipuan. Dalam kondisi bisnis dunia yang terus berubah dengan capat dan hanya inovasilah yang benar-benar berlangsung konstan, tak seorangpun yang memiliki jawaban untuk periode yang panjang. Pemimpin yang selalu membuat keputusan cepat tidak melakukan kesempatan untuk melakukan pendalaman. Hal ini sangat bruk, karena mereka sudah memiliki jawaban, tanpa pernah belajar utnuk menemukan jawaban baru. Insting mereka, sesuatu yang seringkali sangat penting, selslu mendorong penyimpulan yang cepat, tidak memungkinkan periode ketidakpastian, termasuk saat ketidakpastian itu sesuatu yang benar apa adanya.
Orang-orang di sekitar CEO kadang-kadang mendorong kebiasaan pengambil keputusan yang cepat ini. Mereka inginmengikuti pemimpin yang selalu punya jawaban. Padahal, hal semacam ini justru menjerumuskan perusahaan ke dalam kesulitan.

Tabiat 4 Mereka dengan kasar mengganti orang-orang yang tidak 100% mendukung.
CEO dengan visi hebat meyakini bahwa bagian utama dari pekerjaannya adalah menanamkan keyakinan terhadap visi itu ke seluruh jajaran perusahaan, mengajak siapa saja untuk bekerja bersama mewujudkan visi tersebut. Bila seorang manajer tidak menunjukkan dukungan penuh, CEO akan merasa visinya diabaikan. Pada gilirannya, sang CEO akan meminta si manajer untuk mendukung rencananya atau pergi. Inilah tabiat yang ditunjukkan oleh Roger Smith di GM, Jill Barad di Mattel, Bill Farley di Fruit of the Loom, Wolfgang Smith di Rubbermaid, dan lainnya.
Sesungguhnya tindakan CEO semacam ini tidak perlu dan bersifat merusak. CEO tidak butuh setiap orang dalam perusahaan mengiyakan saja apa yang disampaikannya. Perbedaan itu justru bisa menyempurnakan visi tersebut sehingga mereka mampu mengatasi masalah pada saat masalah itu muncul kelak.

Tabiat 5 Menjadi juru bicara perusahaan, terobsesi dengan citra perusahaan
Pemimpin dalam kategori ini adalah eksekutif yang high profile, ingin selalu ada di depan public. Mereka menghabiskan banyak waktu dengan memberikan pidato public, tampil di TV, diwawancarai wartawan, membangun karisma luar biasa. Mereka brilian sekali menginspirasikan kepercayaan terhadap public, karyawan, pencari kerja potensial, dan utamanya para investor.

Mengelola Emosi di Tempat Kerja

Barangkali gambaran sosok seperti ini cukup akrab bagi Anda: rekan kerja yang tak pernah punya kata-kata yang menyenangkan, baik itu dalam rapat intern rutin mingguan maupun dalam obrolan makan siang di kantin. Orang-orang seperti ini biasanya menyita energi pada sesi brainstorming karena komentar-komentarnya yang "nggak penting".

Kecenderungan mereka yang mudah "bete" juga mengganggu. Pendek kata, negativitas mereka bisa mengkontaminasi kehidupan kantor. Seperti
ditegaskan oleh Profesor Manajemen dari Sekolah Wharton Sigal Barsade yang mempelajari pengaruh emosi-emosi di tempat kerja, emosi itu menular. "Berbagai emosi menjalar dari satu orang ke orang lain seperti virus," kata dia.

Barsade ikut dalam tim penulis paper "Why Does Affect Matter in Organizations?" Dalam studi perilaku organisasional, "affect" merupakan kata lain dari "emotion". Dan, jawaban atas pertanyaan yang tersurat dari judul paper itu: mood, emosi dan semua sikap dari karyawan memiliki pengaruh terhadap kinerja, pengambilan keputusan, kreativitas, turnover, tim kerja, negosiasi dan kepemimpinan. "Semua orang membawa emosi-emosi mereka ke tempat kerja," ujar Barsade.

"Anda membawa otak Anda ke kantor. Anda juga membawa emosi-emosi Anda ketika bekerja. Berbagai perasaan itu menggerakkan kinerja."
Dalam paper tersebut, Barsade dan timnya merinci adanya tiga tipe perasaan yang berbeda:
1. Discrete, alias emosi-emosi sesaat, seperti senang, marah, takut dan muak.
2. Mood, yakni perasaan-perasaan jangka panjang dan tidak berkaitan dengan penyebab khusus, misalnya seseorang yang periang, atau minder.
3. Dispositional, atau sifat-sifat personal yang melekat pada seseorang yang 'mendefinisikan' yang bersangkutan secara keseluruhan. Kita sering mendengar orang berkomentar, "Dia selalu gembira", atau, "Dia selalu berprasangka buruk."


Menurut Barsade, beberapa orang memang memiliki kontrol yang lebih baik terhadap emosinya dibandingkan yang lain. Namun, tidak berarti bahwa orang-orang di sekitarnya tidak terpengaruh oleh mood mereka. "Anda mungkin tidak menyadari bahwa Anda sedang memperlihatkan emosi Anda, tapi itu tercermin dari ekspresi wajah atau bahasa tubuh Anda. Emosi-emosi yang tidak kita sadari itu bisa mempengaruhi pemikiran dan perilaku kita," ujar dia.

Kepada para manajer Barsade menyarankan agar menstrasfer emosi yang positif, misalnya dengan mengatakan, "Aku tahu kau khawatir. Segala sesuatunya tidak tampak baik, tapi kau tahu kita punya cara untuk mengatasinya dan kita bisa menyelesaikannya bersama-sama."

Karyawan akan mengapresiasi kejujuran seperti itu dan bisa mendapatkan rasa nyaman untuk bersikap optimis.

Wednesday, June 16, 2010

5 Malevolent Executive Failed

An executive or manager was clearly not an easy job. In their hands of the company's future lies with its stakeholders. That's why, you do not be too having caution when appointed as CEO, director or even a manager. One-one you actually make the company stumbled, went bankrupt, lost, eliminating jobs for employees, and so on. Your reputation as a professional would ever tarnished.


Results of research by the Research Team Tuck School of Business, Dartmouth (under Sydney Finkelstein), against employed several business failures in a number of developed countries shows how the failure of the company is determined more by the poor quality of the leader personally. Fuss, these personal qualities associated with admirable personal qualities of leaders themselves. Automation is the most destructive people who have extraordinary intelligence and talents. They always appear attractive, displaying the personal charm, and inspire others. Photos often decorate their faces magazines world-class business types Forbes, Fortune, Business Week, and so forth.

From the search for a list of companies that failed executives, ranging from Rubbermaid company to Enron, Wang Labs, Sony, and Samsung, this research team succeeded in formulating the seven executives who fail the character. This character must be a record company at all levels, from managers to CEOs.

Nature 1. They see themselves and their organizations to dominate their environment.

An executive must have big ambitions and act proactively for success, but the basis of this action must be based on the philosophy of the right. Successful leaders act proactively because they realize that they do not dominate the environment. They know, however the success in the past, they are still faced with a changing environment. They must continue to introduce new initiatives because they are unable to ensure everything happens according to expectations. Integration planning must be constantly adjusted and reviewed.

Leaders who see themselves and the environment dominate their companies forget this. They really confident with their ability to control what will happen and ignore the role of chance and condition against their success. They think they will be able to dictate to the environment. They felt that the success of themselves and their companies because they make it happen.

Nature 2. There was no line between personal interests with corporate interests.

Executive ability Management to identification interests in detail could cause them to take decisions that are not wise. In addition to treating the company as something they need to protect and exaggerated, CEOs who identified company interested too much could treat the company as an extension of themselves. They lead the company to do something that makes sense for him, but not necessarily make sense for the company. They seemed to act as the owner of the company and the right to do anything with the name of good of the company. Though, actually more for their own interests.
These executives have the mentality to take advantage of the company in order to bring own ambition, although it was not the best way to make a profit. Samsung CEO Kun-Hee Lee decided to enter the automotive business more because he liked the car. Saatchi brothers continued to expand his company, regardless of whether it produces income, but more due to the expansion of personal ego.

Nature 3. They think has all the answers

It's hard not to be impressed with detailed business leaders who know everything that is important. They are very easy make the complicated situation into something that makes sense. Beyond all that, they were given the advantage to make good decisions in any situation.

Fair if later, the mass media and the public to admire them. They are executives who can take dozens of decisions in one minute, gave orders that have a major impact for the company, could face a crisis many times, and is able to digest the situation in one second that for others it took several days to do it. At higher levels within the company, they are executive prototype is superb and should be followed. They are considered an ideal figure who always has a lot of answers to all problems, and able to give an answer as soon as the question was asked.

What happens to the executive overview of this kind is actually a scam. In the world of business conditions are constantly changing with innovation and only really take place constantly, nobody has an answer for long periods. Leaders who are always making quick decisions do not make the opportunity for deepening. This is very bad, because they already have the answers, without ever learning to find new answers. Their instincts, something that is often very important, always encourage rapid inference, does not allow the period of uncertainty, including uncertainty as it was something that really what it is.

People around the CEO is sometimes encourage the habit of making quick decisions this. They want to follow leader who always had an answer. In fact, this sort of thing actually plunged the company into trouble.

Nature 4. They rudely replace those who are not 100% supportive.

CEO with a great vision to believe that the main part of his job is to instill confidence in that vision to the whole company, invites everyone to work together realizing that vision. If a manager does not show full support, the CEO will feel his vision ignored. In turn, the CEO will ask the manager to support the plan or leave. This is the character shown by Roger Smith at GM, Jill Barad at Mattel, Bill Farley at Fruit of the Loom, Wolfgang Smith at Rubbermaid, and others.

Surely this kind of CEO action is unnecessary and destructive. CEOs do not need everyone in the company just confirmed what he had to say. The differences can actually improve the vision that they were able to overcome problems when they arise in the future.

Nature 5. Being a malevolent company spokesman, obsessed with the company image

Leader in this category is a high-profile executive, wants to always be in front of the public. They spend a lot of time by giving public speeches, appearing on TV, interviewed by reporters, build incredible charisma. They were brilliant inspire confidence in the public, employees, potential job seekers, and its main investors.

Saturday, June 5, 2010

From Single Star to Team Player

A single star is someone who performs really well in his or her job but does not help others. Or one asks for help and is sometimes even abrasive when asked to do something for the company that does not benefit him or her directly. The problem with these people is that they can poison the organization—they set a bad example for others if executives keep rewarding and promoting them. Managers may feel that they need them, of course, as they do perform well. So it is pretty gutsy to fire them in today's rather poor economic environment. But if you're really serious about building a collaborative company and want to reap the economic rewards from doing so, you have to screen for single stars

Companies, industries, and functions that reward hugely based on individual performance are prone to this problem. It is a problem in investment banking and can also be a problem in sales organizations where individuals are compensated for their own sales and not for helping others and sharing best practices.

Many companies have focused on knowledge management the last couple of years. While that has been a good start, it is only one part of the overall challenge of creating an effective collaborative organization. KM is only a special case of instilling a collaborative organization, which also includes coordinating activities and doing joint work across organization boundaries.

Why Employees Don't Collaborate
Executives first need to understand why people in the organization are not collaborating and sharing as much as they should.
There are four obstacles involving employees' motivations and abilities that must be overcome.

First, unwillingness to seek advice and learn from others. Employees may not want to seek advice across the organization, either because they believe they cannot learn anything or because there is a prevailing norm that people ought to fix their problems themselves. No electronic knowledge management system can fix this problem; simply making documents and links to experts available does not help if employees do not want input from others.

Another method is to recruit employees who have a natural inclination to ask for help. A chain of restaurants in the U.S. does this deliberately. At interview, it asks: "What obstacles have you faced in a previous job that prevented you from doing a good job and how did you overcome these obstacles?" The desirable answer should include asking for help and communicating the problem to others, not trying to be a hero and fix it alone.

Second, there is inability to find expertise. There is often someone who knows the answer to a problem but it may be nearly impossible to connect the person who has the expertise with the one who needs it. Clearly, databases and electronic search engines serve a useful role here but more in the capacity of being "electronic yellow pages" than as self sufficient electronic repositories. In most management consulting companies, for example, consultants upload sanitized documents containing their finished work into databases, which are then accessed by other consultants who review prior work and contact the consultants who did it.

However, technology has its limits. Expert directories become out of date and do not fully capture what each person knows. More importantly, they do not allow for creative combinations of ideas and individuals. Companies therefore need to cultivate people who know where experts and ideas reside. These "connectors" tend to be long-timers who have worked in many different areas in the company and hence have an extensive personal network. They see opportunities for new value creation based on the combination of talent, ideas, and expertise in different units.

Then there is unwillingness to help. Is knowledge hoarded in your company? Employees may be willing to seek advice but others are sometimes reluctant to share it. The growing emphasis on performance management has fuelled this problem: People no longer have the time to help others, or they do not care, because they are only asked to deliver on their own targets. While performance is important, executives also need to develop incentives to help others and cultivate a shared identity among employees. This is a notorious problem in many investment banks, where bankers chase their own opportunities without properly assisting others.

Lastly, there is the inability to work together. A "chemistry" problem can sometimes prevent people working well together, even if they want to and are part of a project team. It is a very different problem from the other three obstacles and requires different responses, including training sessions on teamwork, coaching people as they try to work together, and the development of strong relations between people from different units.

For example, a study of time-to-market performance of new product development projects in a high-technology company found that project engineers who worked with engineers from other divisions took 20 to 30 percent longer to complete their projects when they had not established a personal relationship. Engineers found it hard to articulate, understand, and absorb complex technologies that were transferred between divisions when they had not learned to work together beforehand.

Managers must respond to each of these obstacles in different ways. For example, developing an electronic knowledge management system will not help if the underlying problem is that employees hoard knowledge and will not seek help; it will only make people cynical about collaboration. Likewise, making promotion contingent on the extent to which people seek advice from others will not help if there is no way of identifying experts. All four obstacles need to be overcome for effective collaboration to occur. Solving one problem, but not the others, will not help.

by Morten Hansen